Penulis : Ika Dewi Retno Sari
Guru Sejarah SMA 14 Semarang
ABSTRACT
The existence of Semarang city as a trading town on the north coast of Java had been going on since the founding of Old Mataram Kingdom and continues to grow, until the period of Dutch colonial rule. The rapid development as a city of Semarang in the Dutch colonial period was marked by the establishment of the buildings at the site which is now called Semarang Old Town. Most of these buildings serve as offices and private VOC trade. Over time, Semarang became not only a trading center but it evolved into a gemeente (municipality), up to the present period. Nevertheless, there seems to be lack of interest in making the history of Semarang as a subject in teaching history at the local level, especially in educational circles, as the subject matter in teaching history. As a source of considerable historical importance, there is nothing wrong if a teacher of History, especially in the city of Semarang, making the Old City as a source of learning for students in the city of Semarang. Therefore the existence of sites as well as historical buildings in the city of Semarang is should no longer simply regarded as old buildings that have without meaning. And at least it will foster public awareness of Semarang city, especially among students to participate in regard to keep the existence of the Old Town and make it as an asset of History and Tourism in the city of Semarang.
Key Word : Semarang Old Town, source of learning, history
ABSTRAK
Keberadaan kota Semarang sebagai kota perdagangan di pesisir utara Jawa sudah berlangsung sejak berdirinya Kerajaan Mataram Kuno dan terus berkembang, sampai masa kekuasaan kolonial Belanda. Perkembangan pesat Semarang sebagai sebuah kota pada masa Kolonial Belanda ditandai dengan berdirinya bangunan-bangunan di lokasi yang sekarang disebut Kota Lama. Sebagian besar bangunan itu berfungsi sebagai kantor perdagangan VOC maupun swasta. Sejalan dengan waktu, Semarang tidak hanya menjadi pusat perdagangan tetapi berkembang menjadi sebuah gemeente (Kotapraja), sampai dengan periode sekarang. Tetapi nampaknya Sejarah Kota Semarang tidak banyak diminati untuk menjadi bahan kajian Sejarah di tingkat lokal, terutama di kalangan pendidikan, sebagai materi bahasan dalam pembelajaran Sejarah. Sebagai salah satu sumber sejarah yang cukup penting, tidak ada salahnya jika guru Sejarah, khususnya di Kota Semarang, menjadikan Kota Lama sebagai salah satu sumber belajar bagi para pelajar di Kota Semarang. Sehingga keberadaan situs-situs bangunan bersejarah di kota Semarang tidak lagi hanya dianggap sebagai bangunan-bangunan kuno yang tidak memiliki makna. Dan setidaknya akan menumbuhkan kesadaran masyarakat kota Semarang, terutama kalangan pelajar untuk ikut mempedulikan keberadaan Kota Lama dan menjadikannya sebagai aset Sejarah dan Pariwisata di Kota Semarang.
Kata Kunci : Kota Lama Semarang, Sumber belajar, Sejarah
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, kota merupakan mahluk hidup yang berawal dari kelahiran, tumbuh, berkembang, dan bila tidak dipelihara kota tersebut berpeluang untuk mati. (Wijanarka, 2007). Indonesia memiliki beberapa kota yang sudah mengalami tahap perkembangan tersebut. Salah satunya adalah kota Semarang yang telah mencapai usia 465 pada tahun 2012. Kota Semarang merupakan salah satu kota terbesar di Jawa dan juga sebagai ibukota Propinsi Jawa Tengah. Sebagai sebuah kota yang telah memiliki usia cukup tua, Semarang memiliki beberapa kawasan bersejarah yang merupakan cikal bakal terbentuknya kota ini yang disebut Kawasan Kota Lama Semarang. Namun demikian perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu terakhir menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan di Kota Lama Semarang. Kondisi fisik yang memprihatinkan dari sebagian besar bangunan kuno yang ada di kawasan tersebut, ditambah kondisi wilayahnya yang hampir selalu tergenang air karena berada di daerah dekat pantai dan sungai besar Kota Semarang yang mengalami penurunan fungsi, menyebabkan kawasan ini menjadi kawasan yang sangat memprihatinkan dan berpotensi menjadi kawasan yang mati. Kota lama yang dulunya merupakan pusat Kota Semarang, dengan bangunan-bangunan yang mengandung nilai sejarah dan indah, kini menjadi tak berfungsi secara optimal. Bangunan-bangunan yang ada sebagian besar terlihat tak terawat, tak berpenghuni, dan bahkan seakan seperti kota mati karena sepi, dan sangat terasa pada malam hari. Melihat kondisi seperti ini, maka perlu adanya usaha untuk melestarikan keberadaan dan meningkatkan kondisi fisik lingkungan, sosial maupun ekonomi kawasan Kota Lama Semarang.
Pemerintah pusat maupun daerah telah menerbitkan berbagai peraturan perundangan yaitu UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Perda no 3 tahun 2003 tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kawasan Kota Lama, dan Perda no. 14 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang tahun 2011-2031, yang dapat dijadikan pedoman untuk upaya pelestarian Kota Semarang sebagai Cagar Budaya. Cagar Budaya adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU No. 11 tahun 2010). Kawasan Kola Lama sebagai gugusan bangunan berupa gedung, area bersejarah (situs), yang mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahuan dan sosial budaya memerlukan perlindungan melalui proses pelestarian, pemugaran, pengembangan, penelitian, revitalisasi dan adaptasi. Pelestarian melalui proses pemeliharaan Kawasan Kota Lama Semarang dilakukan agar nilai-nilai budaya yang berlaku pada generasi masa lalu, masa kini dan yang akan datang akan tetap terpelihara sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu daya tarik wisata sekaligus sumber daya pengetahuan di Propinsi Jawa Tengah.
Upaya pelestarian itu tentunya tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah saja, diperlukan kepedulian masyarakat untuk ikut serta menjadikan kawasan bersejarah Kota Lama sebagai kawasan yang tetap hidup. Dalam hal ini dunia pendidikan merupakan media yang cukup efektif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat terutama generasi muda untuk mendukung upaya pemerintah melestarikan peninggalan sejarah. Melalui bidang studi Sejarah, siswa diperkenalkan dengan berbagai kajian Sejarah, terutama Sejarah Lokal yang dapat berpotensi untuk mengembangkan pemahaman siswa tentang sumber daya Sejarah yaitu Cagar Budaya. Pemahaman tentang Cagar Budaya diharapkan dapat menumbuhkan Kesadaran Sejarah sehingga generasi muda dapat memliki tanggung jawab untuk ikut melestarikan berbagai peninggalan Sejarah di Indonesia, dan secara khusus di sekitar wilayah tempat tinggalnya. Atas dasar pemikiran itulah, tulisan ini mencoba mengkaji arti penting Kota Lama sebagai Kawasan Bersejarah dan bagaimana peran pembelajaran di sekolah oleh Guru Sejarah sebagai media pelestarian peninggalan bersejarah khususnya di Kota Semarang.
SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA SEMARANG
Keberadaan pelabuhan Semarang dimulai sejak abad ke-8, yaitu ketika Semarang menjadi bandar utama dari kerajaan Mataram Kuno yang pusat pemerintahannya di Medang Jawa Tengah. Menurut Sejarawan Bernard Vlekke, pelabuhan Semarang pada waktu itu masih berlokasi di kaki bukit candi, yaitu di pelabuhan Bergota (Supriyono, 2005). Sampai akhirnya menghilang seiring dengan kemunduran kerajaan Mataram pada tahun 1006.
Kemunculan kembali Semarang sebagai pelabuhan, diketahui dari berita Laksamana Cheng Ho, seorang utusan Kaisar Tiongkok yang melakukan misi muhibah ke kerajaan-kerajaan Mancanegara. Cheng Ho mengunjungi kota Semarang pada tahun 1406 dan mendarat di desa Mangkang, yang pada waktu itu masih merupakan pantai laut (Supriyono, 2005). Pada masa itu kekuasaan terbesar di Jawa adalah Majapahit (1293-1525), artinya pelabuhan Semarang termasuk dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Sebagai penghormatan jasa-jasa Cheng Ho, tahun 1724 orang-orang Tionghoa mendirikan sebuah klenteng dekat tempat berlabuhnya, yaitu di desa Simongan, yang sekarang disebut klenteng Gedung Batu.
Menjelang berakhirnya kerajaan Majapahit, muncul kerajaan Islam Demak (1475-1568) yang juga merupakan kerajaan Maritim, dan kemudian menggantikan kedudukan Kerajaan Mataram sebagai penguasa di Jawa Tengah. Sebagai pusat perdagangan, Demak banyak menjalin hubungan niaga dengan negara lain. Seorang Musafir Portugis, Tome Pires, menyebutkan adanya beberapa kota pelabuhan yang cukup penting di pantai utara Jawa antara Cirebon dan Demak yaitu Tegal dan Semarang. Selain itu ada juga pelabuhan lain di bawah kekuasaan Demak, antara lain Banten, Jepara, Juwana, Sedayu, Tuban, Gresik dan Panarukan. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, merupakan ancaman bagi eksistensi Demak di bidang politik, militer dan ekonomi, sehingga menimbulkan keberanian Demak untuk menyerang Malaka di bawah pimpinan Dipati Unus.
Keberadaan Semarang sebagai kota yang memiliki pemerintahan sendiri, dimulai dengan diangkatnya Ki Ageng Pandan Arang menjadi bupati Semarang oleh Sultan Demak pada tahun 1575. Munculnya kerajaan Mataram Islam sebagai penerus Kerajaan Demak, menjadikan Semarang beralih tangan di bawah kekuasaan Mataram. Hampir bersamaan waktunya, Belanda mulai mengembangkan perdagangannya dengan mendirikan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) pada tahun 1602. Kepentingan VOC untuk menguasai pelabuhan-pelabuhan dagang di Pesisir utara Jawa, seperti Jepara dan Gresik, sering berbenturan dengan kekuasaan Mataram. Terutama pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), seluruh pelabuhan di pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk Madura, berada dalam wilayah kekuasaan Mataram. Bahkan tahun 1628, Mataram di bawah Sultan Agung mencoba mengusir Belanda dari Batavia, dan terus terjadi peperangan sampai Sultan Agung wafat. Pengganti Sultan Agung, Susuhunan Amangkurat I mengubah politiknya untuk bekerjasama dengan VOC. Tahun 1645 VOC mulai melakukan aktivitas dagang pertama kali di Pelabuhan Semarang, karena keinginan VOC untuk mendirikan pelabuhan di Jepara tidak diijinkan oleh Susuhanan Mataram.
Perlawanan Trunojoyo pada tahun 1671, makin mendekatkan VOC dengan penguasa Mataram.
Keberhasilan Trunojoyo menguasai Jawa Timur dan Jawa Tengah, mengancam kekuasaan Susuhanan Mataram Amangkurat I, yang kemudian melarikan diri ke Pesisir Utara Jawa bagian Barat dan akhirnya wafat di Tegal Arum tahun 1674. Keberadaan Trunojoyo juga menimbulkan ancaman bagi posisi VOC di kota-kota pelabuhan di pesisir Jawa, karena Trunojoyo mendapat dukungan dari masyarakat pesisir. Pada tahun 1677 Susuhunan Amangkurat II dan VOC membuat perjanjian bahwa VOC akan memberikan perlindungan kepada Mataram dari serangan penguasa lain di Jawa tetapi raja Mataram harus membayar biaya perang dan memberikan kebebasan kepada VOC dalam menjalankan perdagangan di pesisir utara Jawa. Perjanjian ditanda tangani kembali tahun 1678 yang memberikan kebebasan VOC untuk membangun benteng di setiap kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, termasuk Semarang (Graaf dalam Krisprantono, 2009). Pada masa inilah mulai muncul pemikiran untuk memindahkan pusat kekuasaan Belanda di Jawa Tengah dari Jepara ke Semarang (Wright dalam Krisprantono, 2009). Tahun 1680 Perlawanan Trunojoyo berhasil dipadamkan, sebagai imbalan Belanda diberi kekuasaan untuk mendirikan benteng dan menyusun kekuatan Militer di Semarang.
Sepeninggal Amangkurat II terjadi perebutan tahta Mataram antara Pakubuwono I yang didukung oleh VOC dengan Amangkurat III (putra Amangkurat II) yang mempunyai politik berseberangan dengan VOC dan dibantu oleh Untung Surapati. Pada tahun 1706 Untung Surapati terbunuh dan tahun 1708 Amangkurat III ditangkap lalu dibuang ke Ceylon. Dengan demikian tahta Mataram jatuh ke tangan Pakubuwono I yang kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Surakarta. Pada masa inilah VOC dipimpin Gubernur Jendral Cornelis Speelman secara resmi memindahkan pusat kekuasaan dari Jepara dan mendirikan benteng di Semarang. Sebagai alasan utama adalah pendangkalan di pelabuhan Jepara yang disebabkan pengendapan lumpur, menyebabkan kapal-kapal VOC tidak dapat merapat ke pantai Jepara. Sejak itu Semarang semakin berkembang sebagai pelabuhan dan kota pelabuhan yang terbesar di Jawa Tengah.
Perkembangan Semarang semakin meningkat dengan kedatangan imigran Cina pada periode 1705-1710. Munculnya kota-kota benteng yang dihuni Belanda dan kedatangan imigran Cina tersebut secara berangsur-angsur merubah sifat kota tradisional menuju kota Modern. Sebagai pusat kekuasaan VOC di pantai utara Jawa, benteng Semarang membawahi benteng VOC lainnya di Tegal, Juwana, Rembang, Surabaya dan pos militer di Pasuruan dan Kartasura. Bersama dengan Rembang, Semarang juga merupakan pelabuhan pemberangkatan utama menuju Batavia dan sebaliknya, juga dengan daerah-daerah lain di Sumatra dan Borneo (Supriyono, 2005). Tahun 1719, Belanda mulai memperluas wilayah pemukimannya ke arah selatan, di luar benteng kota. Daerah baru ini menggeser fungsi militer kota benteng menjadi kota perdagangan.
Ketika pemerintah Belanda mengambil alih kedudukan VOC tahun 1799, kota Semarang juga dijadikan markas besar Kepala Polisi. Perkembangan lebih lanjut dari kota Semarang ditandai dengan keluarnya Ordonansi tanggal 21 Februari 1906. Semarang tidak hanya merupakan ibukota kabupaten dan karesidenan Semarang, tetapi berubah menjadi Gemeente atau kota Swapraja yang berdiri sendiri dan memiliki wilayah sendiri dengan kebebasan mengatur wilayahnya dan dalam hal keuangan tidak sepenuhnya tergantung pada pemerintah pusat. Berdasarkan ordonansi itu, wilayah Semarang berbatasan dengan Laut Jawa di Utara, Banjir Kanal Barat dan Kali Semarang di barat, pegunungan (Candi) di selatan, dan Banjir Kanal Timur di Timur. Keadaan ini terus berlanjut dengan pembentukan Propinsi Jawa Tengah yang diatur dalam Perda S.227-1929 yang berlaku mulai 1 Januari 1930 dengan Semarang sebagai ibukota Propinsi.
SITUS-SITUS BERSEJARAH KOTA LAMA SEMARANG
Kawasan kota lama dulu merupakan kawasan pemukiman Belanda yang terencana dengan baik dan dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana. Dalam perkembangannya, kawasan di luar pusat kota lebih berkembang daripada pusat kotanya. Terjadi pergeseran fungsi kota lama yang dahulu memiliki fungsi vital sebagai pusat kota, menjadi terbengkelai, dan tidak produktif lagi. Kawasan kota ini sekarang hanya menjadi kawasan yang cenderung ditinggalkan dan kurang mendapat perhatian. Bahkan sebagai kawasan bersejarah, daerah ini kurang mendapat perhatian yang maksimal dari kalangan yang terkait.
Kawasan Kota Lama termasuk dalam wilayah Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara dan Kelurahan Purwodinatan Kecamatan Semarang Tengah, seperti nampak pada peta berikut:
Gambar 3 : Kawasan Kota Lama dalam peta wilayah Semarang |
Luas kawasan Kota Lama adalah + 27 hektar. Pembatasan wilayah ini berada dalam benteng kota yang dibangun pada masa pemerintah kolonial Belanda, yang sudah dihancurkan pada tahun 1824, ketika Belanda memperluas wilayah pemukiman keluar dari benteng kota. Wilayah kota lama dikelilingi oleh Jl. Westerwalstraat dan Parkhuisstraat (sekarang Jl. Mpu Tantular) di sebelah barat, Noorderwalstraat (sekarang Jl. Tawang) di sebelah utara, Oosterwalstraat (sekarang Jl. Cendrawasih) di sebelah timur, dan Ziderwalstraat (sekarang Jl. Sendowo) di sebelah selatan (Krisprantono, 2009).
Gambar 4 : Denah Kota Lama dengan beberapa jalan yang menge lilingi (Sumber: Krispratono, 2009) |
Dalam makalahnya, Perawati dkk menguraikan pencitraan Kota Lama dalam 5 kawasan (Perwati dkk, 2008), yaitu :
Jaringan jalan (path) yaitu jalur pergerakan yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lainnya, yaitu Jl. Mpu Tantular, Jl. Letjen Suprapto, Jl. Tawang, Jl. Merak, dan Jl. Kepodang.
Gambar 5 : Jl Mpu Tantular tahun 1899 |
Gambar 6 : Jl. Letjen Suprapto (sekarang) menjadi jalan utama yang membelah kota lama
Kawasan (district) merupakan integrasi dari berbagai kegiatan fungsional atau bentuk bangunan yang memiliki keseragaman. District yang terbentuk di kawasan kota lama merupakan kawasan bersejarah dengan nuansa Belanda dan fungsi yang mendominasi adalah perkantoran. Sering disebut kawasan Little Netherland.
Gambar 6,7,8 : Bangunan-bangunan berarsitektur Belanda yang sebagian masih difungsikan sebagai perkantoran, seperti : Kantor Jiwasraya, Pabrik Rokok Prau Layar, Kantor Arsip Suara Merdeka
Batas (edge) merupakan suatu pengakhiran dari suatu district/kawasan. Batas kawasan yang dapat diidentifikasi hanya berada di sebelah barat, yaitu Kali Semarang dan deretan bangunan berarsitektur di Eropa.
Gambar 10 : Bangunan di sepanjang Jl. Mpu Tantular (masih digunakan sebagai kantor Bank Mandiri, Pelni dsb)
Gambar 9 : Jembatan Berok tahun 1930 (Gouvernement Berg) dibangun di atas kali semarang, menghubung- kan kota lama dengan kawasan luar
Tengeran (Landmark) merupakan struktur fisik yang paling menonjol di antara suatu bagian kota dan menjadi perhatian utama dibandingkan dengan elemen fisik lainnya. Landmark yang ada di kota lama adalah Gereja Blenduk, Taman Srigunting dan Gedung Marba.
Gambar 11 : Gereja BlendukGambar 12 : Gedung Marba
Pusat Kegiatan (node) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dengan arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah lain atau aktivitas lain. Nodes antara lain Taman Srigunting, pertigaan Jl. Mpu Tantular dan Jl. Sendowo.
Gambar 13 : Pertigaan Jl Mpu Tantular dari arah jembatan berok
Gambar 14 : Taman Sri Gunting letaknya di sebelah Gereja Blenduk
Secara keseluruhan bangunan kota lama berjumlah 93 bangunan yang terdiri dari 20 bangunan potensial tinggi, 24 bangunan potensial sedang, dan 49 bangunan potensial rendah. Pengklasifikasian ini didasarkan pada penilaian makna kultural yang dimiliki oleh setiap bangunan kuno yang akan menjadi dasar bagi penentuan bentuk pelestarian untuk setiap bangunannya. (Perawati dkk, 2008)
Dalam Pameran dan Atraksi Kebudayaan Semarang 2009, Dr. Ir. Krisprantono (dosen Teknik Arsitektur Unika Soegiyopranoto) dalam seminarnya secara khusus membahas tentang keberadaan Benteng de Vijfhoek sebagai cikal bakal pertumbuhan kota Semarang. Benteng ini disebut de Vijfhoek, karena berbentuk segi lima dengan 5 buah bastion (menara pengintai) yang disebut Zeeland, Amsterdam, Utrecht, Raamsdonk, dan Bunschoten. Benteng ini dibangun tahun 1708 dan direncanakan sebagai tempat untuk pengamanan perdagangan VOC di Semarang. Lokasinya berada di sebidang tanah dekat muara kali Semarang. Jika diukur dari laut, berjarak sekitar 1 km dan berada di posisi timur belokan kali Semarang. Berdasarkan “skala” yang diperoleh melalui perhitungan tertentu diperoleh ukuran , yaitu keliling benteng adalah 750 m dengan jarak antar bastion 150 m. (Riyanto,2011)
Gambar 19 dan 20 : Lokasi dan denah ben- teng de Vijfhoek. Ter- dapat 5 bastion sebagai menara pengintai |
Keberadaan de Vijfhoek dan Benteng Kota mengacu dari peta Semarang yang dibuat oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada tahun 1708, 1719, 1741 dan 1890 (Krisprantono, 2009) Peta tahun 1708 dan 1719 menunjukkan adanya de Vijfhoek, tetapi baru pada peta tahun 1741 mulai digambarkan benteng yang mengelilingi kota lama. De Vijfhoek sebagai benteng pertahanan militer tetap dipertahankan dan baru dihancurkan pada tahun 1791. Benteng kota lama kemudian menjadi benteng perlindungan utuk pemukiman Belanda sebelum akhirnya dihancurkan juga pada tahun 1824, dan digantikan benteng Prins van Oranye, seperti yang ditunjukkan pada peta tahun 1890, yang bekasnya masih bisa kita lihat di dekat stasiun Poncol. Pengungkapan lebih dalam tentang de Vijfhoek maupun benteng Kota Lama masih harus diperdalam dengan melakukan ekskavasi di area yang menjadi titik-titik potensial yang diperkirakan merupakan lokasi kedua benteng.
Gambar 21 : Peta Semarang tahun 1708. Benteng de Vijfhoek Berada di tepi Kali Semarang Sumber : Natnegaal 1996 diambil dari Krisprantono (2009) |
Gambar 22 : Peta Semarang tahun 1719 Kota lama sudah terbentuk tetapi belum dikelilingi dinding benteng Sumber : Natnegaal 1996 diambil dari Krisprantono (2009) |
Gambar 23 : Peta Semarang tahun 1741 Kota lama sudah dikelilingi dinding dan menjadi Kota Benteng Sumber : Natnegaal 1996 diambil dari Krisprantono (2009) |
Gambar 24 : Peta Semarang tahun 1890 Benteng de Vijfhoek dan Benteng kota telah dihancur- kan dan digantikan benteng Prins Van Oranye |
Penelitian yang dilakukan oleh Tim Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2008,2009 dan 2011, menemukan sebuah lokasi ekskavasi di sebelah barat kota lama, yang disimpulkan sebagai bekas benteng kota lama yang dibangun mulai tahun 1741, setelah terjadinya pemberontakan etnis Cina. Lokasi ini ditetapkan berdasarkan perkiraan dari hasil observasi sketsa kastil tahun 1800. Ada beberapa area yang ditetapkan sebagai area ekskavasi yaitu sektor bastion DE SMITS, bastion DE IJZER, bastion DE HESRTELLER, dan bastion AMSTERDAM. Lokasi ekskavasi yang dikerjakan pada tahap awal ini dipusatkan di area parkir bus Perum Damri (Jl. Mpu Tantular) dan area Pertamina (di belakang sleko)
Gambar 15 : Peta perkiraan posi si benteng kota dan lokasi ekskavasi sumber: Laporan penelitian Balar Yogyakarta |
Dari hasil eksavasi diperoleh beberapa kemungkinan :
- Tembok tersebut merupakan bagian dari tembok benteng yang berada di sebelah barat bastion de Smits
- Tembok tersebut merupakan bagian dari de Vijfhoek yang dibangun sebelum benteng kota.
Penelitian lanjutan tentang berbagai potensi akeologi yang terdapat di Kota Lama menjadi sangat diperlukan, untuk memperkuat citra Kota Lama sebagai wilayah dengan situs-situs Sejarah yang perlu mendapat perhatian.
PEMANFAATAN SITUS KOTA LAMA SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN SEJARAH
Persoalan dalam pembelajaran Sejarah yang saat ini masih dihadapi oleh guru Sejarah adalah adanya citra buruk yang masih melekat terhadap mata pelajaran Sejarah di sekolah bahwa Sejarah dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak penting, tidak menarik dan membosankan. Karena Sejarah hanya berupa hafalan angka tahun, nama, dan tempat. Kondisi ini diperparah dengan adanya anggapan bahwa sejarah merupakan mata pelajaran yang tidak ada gunanya karena yang dipelajari adalah peristiwa masa lampau, sehingga dianggap tidak dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam kehidupan kekinian apalagi masa depan. Oleh karenanya, perlu kiranya guru Sejarah melakukan berbagai terobosan untuk menjadikan Sejarah sebagai mata pelajaran yang tidak dipandang sebelah mata dan menjadi mata pelajaran yang berperan penting dalam pembentukan watak bangsa (nation character building). Seperti yang dikemukakan oleh para ahli Sejarah bahwa Sejarah memiliki 3 kegunaan, yaitu guna edukatif, guna inspiratif dan guna rekreatif.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai ketiga tujuan tersebut adalah dengan memanfaatkan berbagai sumber sejarah yang berada di sekitar kita. Kota Semarang menyimpan potensi yang sangat besar untuk dijadikan objek belajar Sejarah. Sejarah perkembangan kota Semarang telah menunjukkan peran besarnya sebagai Kota Perdagangan sejak jaman kuno hingga masa sekarang mengingat letak strategisnya yang berada di tengah-tengah jalur pantai utara Jawa. Bagaimana Semarang tumbuh dari sebuah desa menjadi ibukota Propinsi Jawa Tengah, nampaknya masih belum menjadi perhatian, terutama di kalangan pendidikan untuk menjadikannya sebagai materi yang perlu disampaikan kepada generasi muda di Kota Semarang. Keberadaan Kota Lama dengan bangunan-bangunannya yang berasitektur Eropa memang telah banyak dieksplorasi oleh kalangan akademisi baik dari kalangan Sejarawan, Arkeolog maupun kelompok-kelompok studi lain yang terkait, misalnya Teknik Arsitektur. Tetapi di dunia pendidikan terutama di sekolah-sekolah dasar sampai menengah, tidak banyak atau bahkan belum ada guru Sejarah yang menjadikannya sebagai paket Sejarah yang menarik untuk dilihat dan dipelajari. Banyaknya situs bangunan bersejarah di kota Semarang seringkali dipandang sebagai lokasi yang tidak menarik untuk diperhatikan, bahkan mungkin sebagian masyarakat menganggap bahwa bangunan-bangunan itu hanya memberikan kesan yang buruk karena merupakan peninggalan pemerintah Hindia Belanda yag telah menjajah Indonesia selama berabad-abad.
Kota Lama merupakan cikal bakal terbentuknya Semarang sebagai sebuah Kotapraja (Gemeente). Meskipun bangunan-bangunan kuno yang ada di sana adalah peninggalan penjajah, tetapi ada banyak hal yang bisa dipelajari dan memberikan keuntungan. Memberikan perhatian pada masa lampau kota lama tidak dapat dipisahkan dari kemasakinian. Karena semangat dan tujuan untuk mempelajari sejarah adalah nilai kemasakiniannya. Sejarah masa Kolonial merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan ketika kita berbicara mengenai Sejarah Indonesia. Oleh karenanya situs-situs bangunan Sejarah di Kota Lama seharusnya dapat dijadikan sumber belajar yang menarik bagi generasi muda khususnya di kota Semarang untuk mempelajari masa lampau. Seperti dikemukakan oleh Carr bahwa Sejarah adalah “Unending Dialogue between the present and the past” (Respati, 2009). Makna edukatif Sejarah dapat ditemukan jika kita dapat memproyeksikan masa lampau ke masa kini. Bacon menyatakan “histories make man wise”, Sejarah dapat memberikan kearifan pada orang yang mempelajarinya (Respati, 2009).
Sejarah memiliki guna inspiratif karena Sejarah dapat memberikan inspirasi kepada kita tentang gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan-persoalan masa kini. Pemahaman yang benar diperlukan untuk mempelajari tentang pertumbuhan kota Semarang sejak masa kuno yang kemudian mengalami perkembangan sangat pesat di bawah kekuasaan VOC, mengapa dan bagaimana Semarang terpilih sebagai daerah yang dijadikan pusat perdagangan dan pemerintah, bahkan melampaui kota-kota yang telah terbentuk lebih dahulu. Pembangunan kota lama dengan perencanaan yang sangat baik oleh arsitektur Belanda Thomas Karsten, dapat memberikan inspirasi kepada kita. Gaya arsitektur yang dibuat oleh Karsten pada bangunan-bangunan kota lama dengan mengkombinasikan gaya khas Eropa tanpa meninggalkan unsur-unsur bangunan asli Indonesia memberikan contoh kepada kita bahwa membangun sebuah kota yang modern tidak harus meninggalkan unsur tradisional yang seharusnya tetap kita lestarikan. Wacana pengalihan ibukota Jawa Tengah dari kota Semarang, sebenarnya menjadi sesuatu yang tidak perlu disampaikan mengingat adanya pengakuan dari masa lalu bahwa Semarang pantas dijadikan sebuah Kotapraja bahkan kemudian ditetapkan sebagai ibukota Propinsi dengan keluarnya Perda S.227 tahun 1929. Yang perlu disikapi adalah bagaimana mengelola kota Semarang menjadi sebuah kota yang tetap eksis sebagai pusat perekonomian dan pemerintahan. Maka kesadaran seperti ini harus dimulai dengan pengenalan tentang Sejarah Kota Semarang termasuk Kota Lama pada para pelajar, yang akan menjadi bagian dari penentu kebijakan pengelolaan kota di masa depan.
Belajar Sejarah juga memberikan guna rekreatif, ketika kita mengunjungi sebuah situs sejarah, maka seakan-akan kita sedang melakukan perlawatan sejarah, menerobos waktu dan tempat menuju masa lampau untuk mengikuti peristiwa yang terjadi. Pembelajaran outclass dengan mengunjungi bangunan-bangunan bersejarah di Kota Lama akan memberi suasana berbeda dalam pembelajaran Sejarah. Memberikan pengajaran Sejarah dengan tidak dibatasi oleh dinding kelas adalah salah satu cara untuk menjadikan Sejarah sebagai mata pelajaran yang tidak membosankan. Belajar sambil berekreasi akan memberikan kesan baik yang lebih mendalam kepada siswa. Mengunjungi tempat bersejarah, tidak perlu harus dengan biaya yang besar, guru dapat memanfaatkan situs-situs sejarah yang berada di dalam kota. Kota Lama dapat dijadikan salah satu pilihan tempat yang dapat dikunjungi jika dikelola dengan baik. Kota Jakarta dapat dijadikan percontohan pengelolaan Kota Lama sebagai objek belajar sejarah dan objek rekreasi, yang sekaligus dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat sekitarnya.
KESIMPULAN
Awal kemunculan Semarang sebagai wilayah di bawah kekuasaan Demak, mengalami perkembangan pesat di bawah kekuasaan VOC sebagai kota pelabuhan utama di pantai Utara Jawa. Banyaknya bangunan-bangunan bergaya arsitektur Eropa di daerah Kota Lama merupakan penanda bahwa Semarang adalah pusat kekuasan yang besar pada masa kolonial Belanda setelah Batavia. Dan makin diperkuat dengan penetapan Kota Semarang sebagai Kota Praja. Mengingat perannya sebagai cikal bakal perkembangan kota Semarang, Kota Lama mempunyai potensi untuk dikelola menjadi tempat rekreasi yang menarik sekaligus sebagai tempat belajar yang menyenangkan, jika pemerintah kota dan segenap lapisan masyarakat mempunyai kepedulian untuk melestarikannya sebagai cagar budaya yang penting bagi kota Semarang. Dan menjadi tugas guru sejarah untuk memperkenalkan Sejarah Kota Lama melalui pembelajaran di sekolah, sesuai dengan tujuan pengajaran sejarah yaitu menanamkan kesadaran Sejarah kepada generasi penerus bangsa. Penelitian lokasi Benteng Kota dan benteng de Vijfhoek di sebelah selatan Kota Lama makin menambah khasanah pengetahuan tentang Sejarah Kota Lama. Sepatutnyalah jika keberadaan Kota Lama Semarang tidak hanya dipandang sebagai peninggalan penjajah, tetapi harus dengan arif disikapi sebagai bagian dari Sejarah Indonesia yang tidak boleh dilupakan. Menjadi sebuah harapan dan impian bahwa Kota Lama akan menjadi tempat yang cantik dan ramai di siang maupun malam hari. Pelestarian Kota Lama sebagai situs Sejarah menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak hanya Pemerintah Kota Semarang, tetapi juga seluruh warga kota Semarang. Pembenahan dan penataan Kota Lama diharapkan dapat menjadikannya sebagai kawasan yang bernilai Sejarah tinggi. Kota Lama memiliki banyak bangunan dengan nilai arsitektur yang tinggi, sehingga kawasan ini layak dijadikan kawasan konservasi bangunan kuno yang dapat dikemas secara menarik dan menjadi bagian dari pengembangan pariwisata Sejarah di kota Semarang. Sehingga Kota Lama Semarang tidak hanya menjadi SITUS SEJARAH YANG TERPINGGIRKAN, dengan suasana yang sepi dan menakutkan pada malam hari dan rob yang terus menggenanginya.
DAFTAR PUSTAKA
- Bappeda Pemerintah Kota Semarang, 2011, Laporan Akhir Penyusunan Grand Design Kota Lama Buku III.
- Handinoto, Perubahan besar Morfology Kota-kota di Jawa pada awal dan akhir abad ke-20, Dimensi Arsitektur Vol. 26 Desember 1998
- Khadiyanto,Parfi, Benteng Kota Lama Semarang, http://parfikh.blogsport.com/2009/05/benteng-kota
- Lama-semarang.html, akses 5 Mei 2011
- Krisprantono, Mencari Jejak Sejarah Benteng ‘de Vijfhoek’ dan Benteng Kastil di Kota Lama Semarang, makalah dalam Seminar Pameran dan Atraksi Kebudayaan Semarang, Semarang, 14 Agustus 2009
- Muhammad. Jawahir, 2011, Membela Semarang, Semarang : Pustaka Semarang 16
- Perawati dkk, Pelestarian Kawasan eks Kota Lama Semarang, http://mr.antariksa.googlepages. com/perawati.pdf–ik-, akses 5 Mei 2011
- Respati, Dhanang, Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sejarah dan Ilmu Pengetahuan Sosial dengan Pemanfaatan Sumberdaya Budaya Lokal, http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/ peningkatan-kualitas……, akses 5 Mei 2011
- Riyanto, Sugeng, Kota Semarang 1719 dan 1800 Analisis Berdasarkan Peta Kuno, http//arkeologi jawa.com/index.php?action=publikasi.detail&publikasi.id=247, akses 5 Mei 2011
- Supriyono, Agust, Bandar Semarang dalam Jaman Pra-Kolonial dan Kolonial, makalah dalam Seminar Bandar Semarang sebagai Landmark Sebuah Kota, Semarang, 21 Desember 2005
- Tim Peneliti Balar, 2008, Laporan Penelitian Arkeologi “Identifikasi Potensi dan Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi di Kawasan Kota Lama Semarang” Tahap I. Balai Arkeologi Yogyakarta.
- Tim Peneliti Balar, 2009, Laporan Penelitian Arkeologi “Identifikasi Potensi dan Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi di Kawasan Kota Lama Semarang” Tahap II. Balai Arkeologi Yogyakarta.
- Tjokrowinoto, Sardanto, 2004, Sejarah Hari Jadi Kota Semarang, Semarang : Pemda Kotamadya Dati II Semarang.
- Wijanarka, 2007, Semarang Tempo Dulu “Teori Desain Kawasan Bersejarah”, Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Posting Komentar