Penulis:
Kawasan Jalan Layur atau lebih dikenal sebagai Kampung Melayu adalah salah satu kampung tua di Kota Semarang, yang memiliki karakteristik sebagai kampung multi etnik dengan mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai pedagang dan beragama Islam.
Sebuah keunikan masyarakat Kampung Layur ternyata selain masyarakat asli Semarang juga terdapat etnik lain yang berasal dan luar Semarang seperti etnik Arab Hadramaut, Tionghoa, Melayu, Cirebon, Banjar, Koja dan lain-lain.
Keberagaman etnik masyarakat kampung Melayu terlihat pada toponim/lorong/koridor yang ada di kampung Melayu Semarang, seperti kampung Banjar, kampung Cerbonan, kampung Pencikan, kampung Peranakan dan sebagainya.
Keberadaan Jalan Layur tidak dapat dilepaskan dari proses morfologi kali (sungai) Semarang dan kanal baru, di mana kali Semarang merupakan embrio Kampung Melayu. Boom lama (pelabuhan lama) adalah tempat di mana para pedagang mendarat di dusun darat (menuju ke darat) dan ngilir (menuju ke hilir) yang juga merupakan tempat berlabuhnya ‘jungkung’ (kapal kecil), yang kemudian bergabung menjadi sebuah dusun besar
Dusun besar tersebut kemudian menjadi asal-muasal Kampung Layur Semarang, yang pada awalnya terbagi menjadi 3 kelurahan yaitu, kelurahan Dadapsari, Melayu Darat dan Banjarsari. Sejalan dengan kemajuan perdagangan di Semarang, baik ekspor maupun impor yang semakin berkembang setiap tahunnya.
Sebuah keunikan masyarakat Kampung Layur ternyata selain masyarakat asli Semarang juga terdapat etnik lain yang berasal dan luar Semarang seperti etnik Arab Hadramaut, Tionghoa, Melayu, Cirebon, Banjar, Koja dan lain-lain.
Keberagaman etnik masyarakat kampung Melayu terlihat pada toponim/lorong/koridor yang ada di kampung Melayu Semarang, seperti kampung Banjar, kampung Cerbonan, kampung Pencikan, kampung Peranakan dan sebagainya.
Keberadaan Jalan Layur tidak dapat dilepaskan dari proses morfologi kali (sungai) Semarang dan kanal baru, di mana kali Semarang merupakan embrio Kampung Melayu. Boom lama (pelabuhan lama) adalah tempat di mana para pedagang mendarat di dusun darat (menuju ke darat) dan ngilir (menuju ke hilir) yang juga merupakan tempat berlabuhnya ‘jungkung’ (kapal kecil), yang kemudian bergabung menjadi sebuah dusun besar
Dusun besar tersebut kemudian menjadi asal-muasal Kampung Layur Semarang, yang pada awalnya terbagi menjadi 3 kelurahan yaitu, kelurahan Dadapsari, Melayu Darat dan Banjarsari. Sejalan dengan kemajuan perdagangan di Semarang, baik ekspor maupun impor yang semakin berkembang setiap tahunnya.
Foto kondisi 2021 : koleksi pribadi.
Penguasa Kolonial kemudian memindahkan Pelabuhan Semarang ke tempat yang lebih baik yaitu dengan membuat sebuah kanal baru yang sering disebut oleh orang Tionghoa sebagai ‘singkang’. Kanal Baru tersebut dibangun pada tahun 1873 difungsi kan untuk memotong aliran kali Semarang yang terlalu panjang.
Selain keberagaman suku dan etnis, sepanjang Jalan Layur Semarang juga terdapat bangunan yang menunjukkan keberagaman. Terdapat kelenteng, masjid, dan sejumlah bangunan bersejarah di Semarang. Maka sangatlah tepat jika Jalan Layur mendapat julukan Street of Harmony.
Ada rencana pembangunan terintegrasi yang akan dilakukan Pemerintah Kota Semarang juga menyasar Kampung Melayu, di Jalan Layur. Potensi di kampung ini memang sangat besar ketika dilakukan penataan. Ahli tata kota Widya Wijayanti dalam wawancaranya dengan Radar Semarang tanggal 17 September 2019, bahwa pengembangan kawasan ini menjadi penting ketika hendak menyampaikan sejarah Kota Semarang secara utuh. Tidak hanya Kota Lama saja. Karena beberapa kawasan terkait satu sama lainnya.
Meskipun saat ini kondisi Jalan Layur belum tersentuh pelaksanaan rencana pengembangan itu, yang terlihat dengan banyaknya bangunan2 tua yang semakin tidak terawat. Tetapi besar harapan masyarakat Semarang, bahwa kawasan ini akan segera menjadi World Heritage, dengan adanya revitalisasi Kampung Melayu sebagai bagian dari “Semarang Lama” yang terdiri dari Kampung Melayu, Pecinan, Kauman dan Kota Lama. (*)
Posting Komentar