Oleh Satok Yusuf
Membicarakan peran wanita dalam kelangsungan kehidupan sosial, tampaknya banyak sekali figur yang dapat kita kenal. Ada Ratu Hsimo, Pramodhawarddhani, Mahendradatta, Ken Dedes, Gayatri, Tribhuwana, dan Suhita pada masa Hindu-Buddha. Ada pula Sultanah Nahrisyah pada masa Islam. Para pejuang era Pra-Kemerdekaan RI seperti Cut Nyak Dhien, Martha Christina Tiyahahu, dan mungkin yang paling kita kenal adalah R.A. Kartini.
Tokoh-tokoh tersebut bergerak di berbagai bidang. Ada yang mengurusi bidang politik, seperti yang dilakukan para ratu dan sultanah di kerajaan. Ada yang memimpin perang di medan pertempuran, seperti yang dilakukan oleh Cut Nyak Dhien dan Martha Christina Tiyahahu. Ada pula yang bergerak di bidang diplomasi dan pendidikan seperti yang dilakukan oleh R.A. Kartini.
Selain cerita wanita berpengaruh tersebut, terdapat sebuah makam di pantai Gresik yang juga menceritakan wanita berpengaruh dalam bidang perdagangan laut. Ialah Nyai Gede Pinatih. Sebutannya ada banyak, seperti Nyai Ageng Manila, Nyai Ageng Samboja, Nyai Gede Tandes, dan lain sebagainya. Ia menjadi syahbandar terkenal dengan kapal dagang yang mengarungi samudra luas di Indonesia.
Mengenai asal-usulnya, terdapat cukup banyak varian tradisi lokal yang mengulasnya. Ia berasal dari Blambangan dan menetap di Gresik pada 1412. Ada pula yang menyatakan ia berasal dari Champa. Yang jelas Nyai Ageng Pinatih menjadi tokoh yang termashur di Jawa pada abad 15 Masehi. Ia menjadi lebih terkenal tatkala mengadopsi bayi di dalam peti. Bayi itu konon ditemukan pada 1434, oleh salah satu anak buah kapalnya yang sedang berlayar di Selat Bali. Bayi itu dipercaya merupakan putra dari Maulana Ishak dan Dewi Sekardadu yang dibuang oleh Raja Blambangan.
Ilustrasi penemuan bayi Nabi Musa di Sungai Nil, serupa dengan penemuan bayi Sunan Giri. Sumber: iluvislam.com |
Nyai Ageng Pinatih kemudian merawat bayi laki-laki tersebut, menamainya dengan Jaka Samudra karena ditemukan di lautan. Ketika Jaka Samudra cukup usia, ia dipondokkan di pesantren milik Raden Rahmat di Ampeldenta (Surabaya). Sekembalinya dari pesantren Ampeldenta, Jaka Samudra kemudian kembali ke rumah ibu angkatnya, Nyai Ageng Pinatih di Gresik. Ia berdakwah sembari berdagang dengan perahu besar milik perusahaan ibunya. Karena ingin berfokus dengan dakwah Islam, Jaka Samudra atau yang memiliki nama lain Raden Paku kemudian berpamitan kepada ibundanya untuk menuju ke pedalaman Gresik, ke daerah perbukitan yang kelak disebut sebagai bukit Giri. Ia menjadi guru spiritual dan pendakwah di bukit tersebut, kemudian dijuluki menjadi Susuhunan ing Giri atau Sunan Giri.
Nyai Ageng Pinatih melanjutkan perusahaan dagangnya hingga menghembuskan nafas terakhirnya pada 1447. Ia dikuburkan tak jauh dari rumahnya, di areal Bandaran atau yang sekarang dikenal sebagai Kelurahan Kebungson, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur. Makamnya masih diziarahi oleh masyarakat lokal dan luar kota. Ia dikenal sebagai wanita yang perkasa, pemimpin bandar perdagangan di Gresik.
Membahas Makam Nyai Ageng Pinatih, tampaknya tradisi lokal tersebut memiliki kesesuaian dengan bentuk makam Nyai Ageng Pinatih. Makam tersebut saat ini telah diperbarui oleh pengurus makam, berupa perubahan bentuk cungkup dan pelapisan jirat makam menggunakan keramik. Walau demikian, masih terdapat kekunoan pada makam berupa nisan yang masih asli dan beberapa permukaan bawah jirat asli dari batu kapur yang terekspos.
Bentuk nisan Nyai Ageng Pinatih adalah kurung kurawal yang serupa dengan nisan di Klompleks Makam Sunan Giri. Adapun jirat makam bagian bawah terdapat hiasan daun waru berjajar yang serupa dengan motif hias pada jirat di makam Sunan Giri. Sunan Giri wafat pada 1506. Hal itu tidak terlalu jauh dengan wafatnya Nyai Ageng Pinatih pada 1447. Kesamaan bentuk dan motif hias pada nisan dan jirat Makam Nyai Ageng Pinatih dengan makam-makam di Sunan Giri menunjukkan kesesuaian periode pada tinggalan makam tersebut dengan foklor yang menceritakan Nyai Ageng Pinatih.
Bentuk hiasan susunan daun waru pada jirat Sunan Dalem dan Sunan Giri, sama dengan jirat Makam Nyai Ageng Pinatih. Sumber: 2bp.blogspot.com |
Makam Nyai Ageng Pinatih menjadi satu-satunya bukti eksistensi syahbandar wanita terkenal dari Gresik. Hal itulah yang menguatkan semangat rakyat Gresik untuk terus berinovasi dalam berbagai bidang, utamanya bidang industri. Semangat berkarya tersebut salah satunya diwarisi dari kegigihan Nyai Ageng Pinatih dalam membangun jaringan perdagangan Gresik dengan wilayah lain, sehingga membuat Gresik menjadi didatangi berbagai pedagang untuk kebutuhan jual-beli. Komoditas tersebut tidak selamanya didatangkan dari luar Gresik saja, melainkan juga dibuat di daerah tersebut. Semangat itulah yang membuat Gresik menjadi besar dan dikenal sebagai kota industri pada saat ini.
REFERENSI
- Agus Sunyoto. 2016. Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman
- HJ de Graaf dan TGT Pigeaud. 1986. Kerajaan-kerajaan Islam pertama di Jawa Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Grafiti Press
Jadi pengen ziaroh langsung ke makamnya
BalasHapusPosting Komentar