Oleh: Ade Maulida Shifa & Nur Ramadhani Abdillah
Salam Sigarda Indonesia ✌️
Jakarta kota metropolitan yang dihiasi hutan-hutan besi menjulang tinggi, dengan masyarakatnya yang homogen, siapa sangka ternyata memiliki harta karun dari zaman kolonial Belanda. Kota Tua yang diubah namanya kembali menjadi Batavia pada zaman Gubernur Pak Anies Baswedan, namanya masyhur dikenal pada beberapa penjuru nusantara dan mancanegara. Transformasi wajah Batavia kini semakin indah dengan adanya jalur sepeda dan pelebaran jalur pedestrian, serta taman apung yang berada di sisi barat, tanpa menghilangkan corak sejarahnya, Batavia kini menjadi destinasi favorit jika berkunjung ke Jakarta.
Berdasarkan catatan sejarah, Kota Tua Jakarta atau dikenal juga Kota Lama Batavia terdiri dari beragam bangunan peninggalan zaman Kolonial Belanda yang kental dengan gaya arsitektur serta penataan kotanya yang megah. Dulunya wilayah ini menjadi pusat perdagangan dikarenakan lokasinya yang strategis dengan sumber daya melimpah. Selain pusat perdagangan Kota Lama Batavia merupakan pusat pemerintahan pada awal masa kolonial VoC di Hindia Belanda.
Dua pekan lalu, tepatnya 27 Desember 2022 rekan-rekan Sigarda Jabodetabek menyambangi Kota Tua Jakarta. “Batavia History Tour” diinisiasikan oleh rekan-rekan Sigarda Jabodetabek untuk mengamati dan mengulik lebih dalam sejarah Batavia. Narasumber dalam kegiatan ini secara eksklusif Sigarda datangkan ahli sejarah Batavia yaitu Dr. Lilie Suratminto, S.S., M.A, dan acara dipandu oleh SIGARDA Muda Muhammad Ray Taufiq Darmawan dan Aprilya Yusri Attiyah.
Berlokasi di dua daerah yaitu Jakarta Utara dan Jakarta Barat, Kawasan Kota Tua Jakarta menjadi salah satu destinasi favorit bagi masyarakat dari kalangan bawah hingga atas. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 23 orang peserta dari berbagai kalangan mulai dari akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum. Terdapat tiga destinasi kunjungan “Batavia History Tour” yaitu Museum Kesejarahan Jakarta (Museum Fatahillah), Museum Wayang, dan Museum Seni Rupa dan Keramik.
Walaupun saat itu langit Jakarta muram dibasahi oleh Hujan, tidak menyurutkan semangat para peserta untuk hadir meskipun berangsur-angsur. Lawatan pertama dimulai dari Museum Kesejarahan Jakarta yang dulunya merupakan Bangunan Balai Kota Batavia. Di sini banyak menampilkan koleksi peninggalan arkeologi berkaitan dengan sejarah Jakarta, misalnya alat batu, keramik, gerabah, mebel antik, lukisan gubernur jendral yang memimpin Batavia hingga koleksi-koleksi senapan. Koleksi-koleksi ini dapat dijumpai di berbagai ruang-ruang sepert ruang Prasejarah Jakarta, ruang Jayakarta, ruang Fatahillah, ruang sultan Agung dan Ruang Batavia.
Gambar. 1 Peserta, Panitia, dan Narasumber berdo’a bersama didepan Museum Fatahillah | Dokumentasi Tim HPD Sigarda Jabodetabek
Selain itu, terdapat ruang yang menjadi pusat perhatian pengunjung yaitu ruang tahanan Pangeran Diponegoro pada masa pemerintahan Kolonial Belanda kala itu. Di dalamnya, ruangan dibuat sedemikian rupa dengan koleksi asli yang dipakai Pangeran Diponegoro seperti ranjang dan meja kerja beserta kursi, pena, dan cawan tembaga.
Gambar. 2 Ruangan Diponegoro | Dokumentasi Tim HPD Sigarda Jabodetabek
Menariknya, bangunan museum yang dulunya kantor walikota ini dulunya kerap kali dipakai sebagai tempat eksekusi mati. Sebelum dilakukannya eksekusi mati, para tahanan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah hingga menunggu giliran untuk dieksekusi. Saat berlangsungnya eksekusi mati dimulai dengan pertanda lonceng berbunyi dan masyarakat sekitar balai kota akan berbondong-bondong menyaksikan peristiwa eksekusi mati tersebut.
Gambar. 3 Sesi Foto Bersama di halaman Museum Kesejarahan Jakarta | Dokumentasi Tim HPD Sigarda Jabodetabek
Pada Museum Wayang rekan-rekan Sigarda dimanjakan dengan koleksi-koleksi apik berupa wayang yang ada di hampir seluruh daerah nusantara. Tidak hanya itu, di museum ini juga menyimpan koleksi wayang dari negara tetangga seperti Suriname, China, dan Thailand. Jumlah koleksi yang ada di museum wayang ini dapat dipastikan ada sekitar 6000 koleksi. Koleksi yang paling menarik yaitu berupa koleksi wayang tertua yang berusia sekitar 153 tahun, yaitu wayang intang buah karya Ki Guna Kerti Wanda.
Selain itu di Museum Wayang terdapat makam Gubernur Jenderal VoC Jaan Pieterzoon Coen atau dikenal dengan J.P.Coen yang terdapat di halaman Museum. Museum Wayang dahulunya merupakan sebuah gereja pada zaman kolonial. Sebelum beralih fungsi menjadi museum, gereja ini dibangun pada tahun 1640 saat zamannya Gubernur Antonio van Diemen. Sempat berubah-ubah nama, dan mengalami kerusakan akibat gempa, pada 1939 bangunan ini menjadi Museum Batavia yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir Alidius Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pada 13 Agustus 1975 Gubernur DKI Jakarta Letjen. Ali Sadikin (Yang akrab disapa dengan Bang Ali) meresmikan Museum Wayang.
Gambar. 4 Dr. Lilie Suratminto sedang membacakan dan menerjemahkan prasasti berbahasa Belanda di Museum Wayang | Dokumentasi Tim HPD Sigarda Jabodetabek
Gambar. 5 Monumen Makam JP Coen, di halaman Museum Wayang | Dokumentasi Tim HPD Sigarda Jabodetabek
Gambar. 6 Sesi Foto Bersama di Depan Museum Sayang | Dokumentasi Tim HPD Sigarda Jabodetabek
Kentalnya gaya arsitektur Neo Klasik sangat terasa di kawasan ini sampai-sampai ada peserta yang sangat penasaran dengan pilar salah satu bangunan di Kawasan Kota Tua Jakarta. “Pak, itu kok pilar bangunan museumnya kaya di Yunani-Romawi ya?” celetuk peserta bertanya ke Pak Lilie.Bangunan yang dimaksud yaitu pilar Museum Seni rupa dan Keramik yang dulunya merupakan Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Casteel Batavia (Dewan Kehakiman Batavia) yang berdiri sejak 1870. Memanglah bangunan ini bergaya Neo Klasik dengan ciri khas pilar-pilar seperti di Yunani-Romawi. Megah sekali bukan?
Gambar. 7 Tampak depan Museum Kramik. | Dokumentasi Nur Ramadhani Abdillah
Museum keramik menjadi destinasi kunjungan terakhir oleh rekan-rekan Sigarda. Di dalamnya, banyak koleksi lukisan dan keramik dari para seniman. Selain itu juga ditampilkan berbagai lukisan dari bermacam aliran seperti lukisan Raden Saleh hingga lukisan abstrak. Pada museum ini juga dipamerkan koleksi keramik-keramik lokal maupun asing dengan jumlah koleksi mencapai 1.350 koleksi. Yang tidak kalah seru dari museum ini ternyata di sini menyediakan kelas workshop untuk membuat seni kriya keramik hanya merogoh kocek Rp50.000,00. Melalui workshop ini pengunjung bisa membawa pulang hasil karyanya dan melalui kegiatan yang diadakan oleh Museum Seni Rupa dan Keramik ini dapat memberikan gambaran kepada pengunjung bagaimana caranya mengolah tanah liat hingga menjadi seni kriya yang ciamik.
Kegiatan “Batavia History Tour” diakhiri dengan pembagian doorprize oleh panitia berupa buku dengan harapan dapat meningkatkan antusiasme peserta dalam melestarikan cagar budaya. Tentunya Sigarda sangat berterima kasih banyak kepada semua partisipan di kegiatan “Batavia History Tour” sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar dan sampai jumpa di historical tour Sigarda lainnya!
Gambar. 8 Sesi Diskusi dan Doorprize di pelataran Museum Kramik | Dokumentasi Tim HPD Sigarda Jabodetabek
Gambar. 9 Sesi Foto Bersama di Pelataran Museum Kramik. | Dokumentasi Tim HPD Sigarda Jabodetabek
Posting Komentar