Tujuh Desember 2020 petang hari dalam cuaca gerimis penulis
menerima pesan berupa foto dari sahabat penulis, Bram Luska. Saat itu penulis
sedang mengajar. Foto yang dikirim adalah foto sebuah bongpay (batu nisan
Tionghoa) yang ditemukannya di sudut Jl Wonosari III, Semarang, sebagai alas
pot. Setelah selesai mengajar, penulis membaca inskripsi di dalamnya.
Terbaca bahwa bongpay tersebut dibuat pada tahun ular
logam/emas masa pemerintahan Kaisar Kangxi (廉熙辛巳年). Tahun ular logam pada masa kaisar tersebut adalah
sama dengan tahun 1701 masehi. Bongpay tersebut dibuat untuk mendiang bernama
Yan-guan (晏官),
marga Wu atau Go (呉)
dalam bahasa Hokkian. Daerah asal leluhurnya adalah Sìyì (四邑), Provinsi Guangdong (廣東). Berdasarkan tarikh pada sejumlah bongpay yang
pernah penulis identifikasi di Semarang, ini adalah bongpay dengan tahun
tertua. Maka penulis usulkan kepada Bram untuk menyelamatkannya. Kami
menghubungi Bp. Harjanto Halim.
Bongpay tersebut kemudian dipindahkan dari Jl.
Wonosari III, Semarang, ke Gedung Rasa Dharma (Boen Hian Tong) di kawasan
Pecinan Semarang pada tanggal 16 Desember 2020. Dimensi bongpay memiliki
panjang 160 cm, lebar 66 cm, ketebalan rata-rata 19 cm, dan berat ±500 kg.
Kemudian pada tanggal 13 Juni 2023 bongpay tertua di
Semarang dipindahkan ke tempat yang lebih layak, yaitu di Mount Carmel Memorial
Park, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang.
Bongpay tidak semata-mata batu nisan karena di
dalamnya termuat perihal mendiang, tahun, daerah asal leluhur, dan
keturunannya. Keberadaan bongpay dan bong (kuburan Tionghoa) di Semarang
menjadi penanda, bahwa relasi dan interaksi antara orang Tionghoa dengan
bumiputra telah terjalin sejak lama. Lokasi dan posisi bongpay dan bong dapat
menunjukkan di mana saja sebarannya di Semarang, yang secara tidak langsung
berkaitan dengan aspek sosial dan ekonomi, di samping aspek sejarah. Hal yang
sama dapat pula diterapkan di tempat-tempat lain di luar Semarang.
Gambar 1. Inkripsi yang ada dalam Bongpay |
Posting Komentar