Semarang sejak zaman dahulu telah menjadi jalur
penting pelayaran internasional. Pada masa kerajaan Mdang, posisi garis pantai
belum seperti sekarang ini. Maka tidak mengherankan bila berbagai bangsa yang
menguasai teknologi maritim singgah di Semarang, salah satunya adalah
orang-orang pesisir Tiongkok.
Mereka datang ke Nusantara dalam beberapa gelombang
migrasi. Banyak yang datang, lalu kembali ke negeri asal. Namun banyak pula
yang datang, lalu menetap. Mereka yang datang ke Nusantara bukan hanya untuk
berdagang, melainkan juga untuk memperbaiki taraf hidup, menyelamatkan diri
dari bencana, dan melarikan diri dari pengejaran pemerintah yang berkuasa.
Salah satu yang datang ke Jawa adalah para ahli
geomansi kuburan. Salah seorang di antara mereka bernama Ye Xiqi (Yap Sek
Khie). Bersama dengan beberapa teman dia membangun 5–6 kuburan di daerah
Sambiroto, sekarang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Tembalang, Kota
Semarang. Kuburan dibuat berdasarkan hitungan-hitungan dalam ilmu geomansi.
Demikian isi awal dari sebuah stele/prasasti yang
terdapat di kawasan Bumi Wanamukti. Isi selanjutnya adalah tentang peringatan,
bahwa akan datang ajaran menyimpang dari ajaran leluhur yang akan mengganggu
keberadaan kuburan. Diingatkan, bahwa siapa memelihara ajaran leluhur akan
selamat, sebaliknya yang melanggar akan mengalami nasib sial. Jadi sebenarnya
pendirian prasasti adalah untuk memperingatkan generasi sekarang, bahwa yang
dengan sewenang-wenang merusak dan menggusur kuburan, hidupnya akan ditimpa
kemalangan sepanjang masa.
Karena isi prasasti yang demikian itu, maka oleh warga
Semarang disebut Prasasti Kutukan. Prasasti ini ditemukan oleh seorang pegiat
sejarah Semarang, Sdr. Yogi Fajri. Prasasti ini didirikan pada tahun ke-5 masa
Binkok (Republik Tiongkok) – 中華民國五年歲次丙辰梅月, tahun naga api, yang sama dengan tahun 1916 masehi,
bulan ke-4 imlek, oleh Lin Jihuang (Liem Kik Hong) – 林極煌.
Beberapa meter di belakang prasasti tersebut di
ketinggian terdapat kuburan mendiang laki-laki bermarga Lin (Liem), yang
berasal dari daerah Tongshan (東山), Provinsi
Fujian. Tarikh bongpay tertulis tahun pertama masa Kaisar Daoguang (道光元年)atau tahun 1820 masehi. Tidak dicantumkan bulan dan hari pendirian
bongpay.
Lantas beberapa meter di depan prasasti terdapat
bongpay mendiang laki-laki bermarga Guo (Kwee) –郭,
yang memiliki tarikh tahun ke-9 masa Kaisar Jiaqing (嘉慶九),
atau sama dengan tahun 1804 masehi. Daerah asal leluhurnya adalah Fu’An (福岸), Provinsi Guangdong (廣東).
Prasasti ini menghadap ke sebuah sendang atau mata air
yang sudah nyaris mati dan membelakangi sebuah lereng. Sedangkan di dalam
sendang terdapat pohon besar, yang kenampakannya seperti pohon preh (Ficus retusa). Di sekitarnya terdapat
banyak tegakan pohon jati (Tectona
grandis) dan jenis pohon-pohon lainnya.
Posting Komentar